Meningkatnya
budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam masa depan bangsa
Indonesia. Bahkan perilaku seks pra nikah tersebut dari tahun ke tahun
meningkat. Pendataan yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan
Hak-Hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Masri
Muadz, menunjukan kasus tersebut menunjukkan peningkatan yang semakin miris
bagi kita.
Menurut
penuturan Masri kepada okezone, belum lama ini, Wimpie Pangkahila pada tahun
1996 melakukan penelitian terhadap remaja SMA di Bali. Dia mengambil sampling
633. Kesemuanya memiliki pengalaman berhubungan seks pra nikah, dengan
persentase perempuan 18% dan 27% laki-laki. Sedangkan penelitian Situmorang
tahun 2001 mencatat, laki-laki dan perempuan di Medan mengatakan sudah
melakukan hubungan seks dengan komposisi, 9% perempuan dan 27% laki-laki. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) di tahun
2002-2003, remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual
pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia
20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%.
SKRRI
pun melanjutkan analisanya pada tahun 2003 dengan memetakan beberapa faktor
yang mempengaruhi mereka melakukan seks pra nikah. Menurut SKRRI, faktornya
yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain:
Pertama, pengaruh teman sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju
dengan hubungan seks para nikah. Ketiga, punya teman yang mendorong untuk
melakukan seks pra nikah. Di tahun 2005 Yayasan DKT Indonesia melakukan
penelitian yang sama. DKT memfokuskan penelitiannya di empat kota besar antara
lain: Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan.
Berdasarkan
norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra nikah. Namun,
kenyataannya yang terjadi di lapangan, pertama, 82% remaja punya teman yang
melakukan seks pra nikah. Kedua, 66% remaja punya teman yang hamil sebelum
menikah. Ketiga, remaja secara terbuka menyatakan melakukan seks pra nikah. Persentase
tersebut menunjukkan angka yang fantastis. Jabodetabek 51%, Bandung 54%
Surabaya 47% dan Medan 52%. Tahun 2006, PKBI menyebutkan, pertama, kisaran umur
pertama kali yakni 13-18 tahun melakukan hubungan seks. Kedua, 60% tidak
menggunakan alat atau obat kontrasepsi. Ketiga, 85% dilakukan di rumah sendiri.
Sementara
merujuk pada data Terry Hull dkk (1993) dan Utomo dkk (2001), PKBI menyebutkan,
2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun dan 27% atau kurang lebih
700 ribu remaja dan sebagian besar dengan tidak aman. Selain itu 30-35% aborsi
penyumbang kematian ibu. Pada 2007 SKRRI melakukan penelitian kembali.
Penelitian tersebut menunjukkan peningkatatan yang drastis. Pertama, perilaku
seks pranikah remaja cenderung terus meningkat dan kehamilan yang tidak
diinginkan (KTD) juga terjadi pada remaja. Kedua, jumlah kelompok remaja
Indonesia yang menginginkan pelayanan Keluarga Berencana (KB) diberikan kepada
mereka. Ketiga, meningkat jauh dari SKRRI 2002. Keempat, jumlah remaja 15-24
tahun sekira 42 juta jiwa, berarti sekira 37 juta jiwa remaja membutuhkan
alokon tidak terpenuhi (unmet need berKB kelompok remaja). Kelima, kelompok ini
akan tetap menjadi unmet need. Sebab dalam undang-undang No 10 tahun 1992,
pelayanan KB hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri, sesuai dengan
pemilihannya.
Bahkan, temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di tahun 2008 lebih mengagetkan lagi. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta. Hasil yang mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.
Bahkan, temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di tahun 2008 lebih mengagetkan lagi. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta. Hasil yang mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.
Penelitian
Komnas Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008
menyimpulkan empat hal: Pertama, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film
porno. Kedua, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation
(meraba alat kelamin) dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidak perawan.
Dan yang terakhir, 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.
Dari
sekian lembaga penelitian di atas, menurut Masri, semua elemen harus ikut
telibat memberi andil mencari solusi meminimalisir perilaku seks pra nikah.
“Budaya ini diam-diam mengancam bangsa Indonesia. Tentu ini membutuhkan
penanganan khusus demi mengembalikan budaya timur,” tuturnya.
Cara
untuk mencegah dan mengurangi pengaruh buruk dari media sosial seperti :
- Pembinaan dan pengembangan
sikap generasi muda.
- Adanya pengawasan orang tua.
- Ditanamkan moral-moral agama
- Adanya sosialisasi tentang
pemahaman bahaya media sosial dan cara pemanfaatan media sosial yang baik.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari studi kasus diatas adalah pemuda dan sosialisasi merupakan suatu hal yang
sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, dimana para pemuda harus
aktif berpartipasi dalam kehidupan sosial sehari-hari. Sosok pemuda di negeri
ini sangat dibutuhkan untuk kemajuan hidup bersama membangun bangsa ini. Para
pemuda dan pemudi berperan sebagai penerus bangsa yang harus meneruskan
cita-cita para leluhur kami. Berfikir secara kritis dan berjiwa sosial
merupakan hal penting yang harus ditanamkan dalam diri masing-masing. Oleh
karena itu sebagai penerus bangsa ini, hendaknya kita selalu berfikir dan
bertindak secara positif dalam menangani hal dan keadaan apapun .
Sumber
:
http://shuresarwasyi.blogspot.co.id/2015/01/studi-kasus-dan-analisis-pemuda-dan-sosialisasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar