BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Definisi SCM
(Supply Chain Management)
Supply chain dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas (dalam bentuk
entitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi
barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada
konsumen akhir. Menyimak dari definisi ini, maka suatu supply chain terdiri
dari perusahaan yang mengangkat bahan baku dari bumi/alam, perusahaan yang
mentransformasikan bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau komponen, supplier
bahan-bahan pendukung produk, perusahaan perakitan, distributor, dan retailer
yang menjual barang tersebut ke konsumen akhir. Dengan definisi ini tidak
jarang supply chain juga banyak diasosiasikan dengan suatu jaringan value
adding activities. Tujuan dari SCM adalah untuk melakukan efektifitas dan
efisiensi mulai dari suppliers, manufacturers, warehouse dan stores. Tidak
adanya koordinasi yang baik antara pihak-pihak yang terkait akan mengakibatkan
kerugian yang cukup besar. Salah satu dampak yang kerapkali terjadi adalah “Bullwhip
Effect”. Hal ini terjadi karena kurangnya koordinasi dalam pertukaran informasi
antara toko retail, distributor dan perusahaan.
Struktur SCM yang sederhana
2.2 Pemeran Utama dalam
Supply Chain Management (SCM)
Supply Chain menunjukkan
adanya rantai yang panjang yang dimulai dari supplier sampai pelanggan, dimana
adanya keterlibatan entitas atau disebut pemain dalam konteks ini dalam
jaringan supply chain yang sangat kompleks tersebut. Berikut ini merupakan
pemain utama yang yang terlibat dalam supply chain:
1. Supplier (chain 1)
Rantai pada supply chain dimulai dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama disini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, suku cadang atau barang dagang.
2. Supplier-Manufacturer (chain 1-2)
Rantai pertama tadi dilanjutkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer yang merupakan tempat mengkonversi ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan kedua mata rantai tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, penghematan inventory carrying cost dengan mengembangkan konsep supplier partnering.
3. Supplier-Manufacturer-Distribution (chain 1-2-3)
Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan disalurkan kepada pelanggan, dimana biasanya menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang besar dalam jumlah besar.
4. Supplier-Manufacturer-Distribution-Retail Outlets (chain 1-2-3-4)
Dari pedagang besar tadi barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada customer, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.
5. Supplier-Manufacturer-Distribution-Retail Outlets-Customer (chain 1-2-3-4-5). Customer merupakan rantai terakhir yang dilalui dalam supply chaindalam konteks ini sebagai end-user.
1. Supplier (chain 1)
Rantai pada supply chain dimulai dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama disini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, suku cadang atau barang dagang.
2. Supplier-Manufacturer (chain 1-2)
Rantai pertama tadi dilanjutkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer yang merupakan tempat mengkonversi ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan kedua mata rantai tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, penghematan inventory carrying cost dengan mengembangkan konsep supplier partnering.
3. Supplier-Manufacturer-Distribution (chain 1-2-3)
Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan disalurkan kepada pelanggan, dimana biasanya menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang besar dalam jumlah besar.
4. Supplier-Manufacturer-Distribution-Retail Outlets (chain 1-2-3-4)
Dari pedagang besar tadi barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada customer, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.
5. Supplier-Manufacturer-Distribution-Retail Outlets-Customer (chain 1-2-3-4-5). Customer merupakan rantai terakhir yang dilalui dalam supply chaindalam konteks ini sebagai end-user.
2.3 Hambatan pada Supply
Chain Management (SCM)
SCM merupakan sesuatu
yang sangat kompleks sekali, dimana banyak hambatan yang dihadapi dalam
implementasinya, sehingga dalam implementasinya memang membutuhkan tahapan
mulai tahap perancangan sampai tahap evaluasi dan continuous improvement.
Selain itu implementasi SCM membutuhkan dukungan dari berbagai pihak mulai dari
internal dalam hal ini seluruh manajemen puncak dan eksternal, dalam hal ini
seluruh partner yang ada. Berikut ini merupakan hambatan-hambatan yang akan
dialami dalam implementasi SCM yang semakin menguatkan argument bahwa
implementasi SCM memang membutuhkan dukungan berbagai pihak (Chopra &
Meindl 2001):
1. Incerasing Variety of Products. Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada customer (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segment pada customer, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.
2. Decreasing Product Life Cycles. Menurunnya daur hidup sebuah produk membuat perusahan semakin kerepotan dalam mengatur strategi pasokan barang, karena untuk mengatur pasokan barang tertentu maka perusahaan membutuhkan waktu yang tertentu juga. Daur hidup produk diartikan sebagai umur produk tersebut dipasaran.
3. Increasingly Demand Customer. Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).
4. Fragmentation of Supply Chain Ownership. Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masing-masing kepentingan, sehingga hal ini mebuat Supply chain mangement semakin rumit dan kompleks.
5. Globalization. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.
1. Incerasing Variety of Products. Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada customer (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segment pada customer, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.
2. Decreasing Product Life Cycles. Menurunnya daur hidup sebuah produk membuat perusahan semakin kerepotan dalam mengatur strategi pasokan barang, karena untuk mengatur pasokan barang tertentu maka perusahaan membutuhkan waktu yang tertentu juga. Daur hidup produk diartikan sebagai umur produk tersebut dipasaran.
3. Increasingly Demand Customer. Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).
4. Fragmentation of Supply Chain Ownership. Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masing-masing kepentingan, sehingga hal ini mebuat Supply chain mangement semakin rumit dan kompleks.
5. Globalization. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.
2.4
KEGIATAN/FUNGSI SCM
Kegiatan
SCM ialah pendekatan antar-fungsi (cross functional) untuk mengatur
pergerakan material mentah kedalam sebuah
organisasi dan pergerakan dari barang jadi
keluar organisasi menuju konsumen akhir.
Sebagaimana korporasi lebih fokus dalam
kompetensi inti dan lebih fleksibel, mereka
harus mengurangi kepemilikan mereka atas
sumber
material mentah dan kanal distribusi. Fungsi ini meningkat menjadi
kekurangan
sumber ke perusahaan lain yang terlibat
dalam memuaskan permintaan konsumen,
sementara mengurangi kontrol manajemen dari
logistik harian. Pengendalian
lebih sedikit
dan
partner SCM menuju ke pembuatan konsep SCM. Tujuan
dari SCM ialah
meningkatkan ke[percayaan dan kolaborasi
diantara rekanan SCM, dan meningkatkan
inventaris dalam kejelasannya dan
meningkatkan percepatan inventori.
Secara garis besar, fungsi manajemen ini
bisa dibagi tiga, yaitu distribusi, jejaring dan perencaan kapasitas, dan
pengembangan SCM. Beberapa model telah diajukan untuk
memahami kegiatan yang dibutuhkan untuk
mengatur pergerakan material di organisasi
dan
batasan fungsional. SCOR adalah model SCM yang dipromosikan oleh Majelis SCM.
Model
lain ialah SCM yang diajukan oleh Global Supply Chain Forum (GSCF).
Kegiatan
SCM
bisa dikelompokan ke tingkat strategi, taktis, dan operasional.
2.5
Strategis
- Optimalisasi jaringan strategis, termasuk jumlah, lokasi, dan ukuran gudang,
pusat
distribusi dan fasilitas.
- Rekanan strategis dengan penyedia barang/jasa suplai, distributor, dan konsumen, membuat jalur komunikasi untuk informasi amat penting dan peningkatan operasional seperti cross docking, pengapalan langsung dan logistik orang ketiga.
- Rancangan produk yang terkoordinasi, jadi produk yang baru ada bisa diintregasikan secara optimal ke SCM,manajemen muatan.
- Keputusan dimana membuat dan apa yang dibuat atau beli
- Menghubungkan strategi organisasional secara keseluruhan dengan strategi
pasokan/suplai
2.6
Taktis
- Kontrak pengadaan dan keputusan pengeluaran lainnya
- Pengambilan Keputusan produksi, termasuk pengontrakan, lokasi, dan kualitas dari inventori
- Pengambilan keputusan inventaris, termasuk jumlah, lokasi, penjadwalan, dan definisi proses perencanaan.
- Strategi transportasi, termasuk frekuensi, rute, dan pengontrakan
- Benchmarking atau pencarian jalan terbaik atas semua operasi melawan kompetitor dan implementasi dari cara terbaik diseluruh perusahaan
- Gaji berdasarkan pencapaian
2.7
Operasional
- Produksi harian dan perencanaan distribusi, termasuk semua hal di SCM
- Perencanaan produksi untuk setiap fasilitas manufaktru di SCM (menit ke menit)
- Perencanaan permintaan dan prediksi, mengkoordinasikan prediksi permintaan dari semua konsumen dan membagi prediksi dengan semua penyedia barang/jasa
- Perencanaan pengadaan, termasuk inventaris yang ada sekarang dan prediksi permintaan, dalam kolaborasi dengan semua penyedia barang/jasa
- Operasi inbound, termasuk transportasi dari penyedia barang/jasa dan inventaris yang diterima
- Operasi produksi, termasuk konsumsi material dan aliran barang jadi (finished goods)
- Operasi outbound, termasuk semua kegiatan pemenuhan dan transportasi ke konsumen
- Pemastian perintah, penghitungan ke semua hal yang berhubungan dengan SCM, termasuk semua penyedia barang/jasa, fasilitas manufaktur, pusat distribusi, dan konsumen lain
2.8 Manajemen rantai suplai 2,0 (SCM 2,0)
Membangun globalisasi dan
spesialisasi, SCM jangka 2,0 telah diciptakan untuk menggambarkan baik
perubahan dalam rantai suplai itu sendiri serta evolusi dari proses, metode dan
alat yang mengelolanya dalam "era" baru.
Web 2.0 didefinisikan sebagai kecenderungan dalam penggunaan World Wide Web
yang dimaksudkan untuk meningkatkan kreativitas, berbagi informasi, dan
kolaborasi antara pengguna. Pada
intinya, atribut umum bahwa Web 2.0 membawa adalah untuk membantu menavigasi
banyak informasi tersedia di web untuk menemukan apa yang dicari. Ini adalah gagasan tentang jalur yang
dapat digunakan.SCM 2.0 berikut gagasan ini ke dalam operasi rantai suplai. Ini adalah jalan menuju hasil SCM,
kombinasi dari proses, metodologi, alat dan pilihan pengiriman untuk membimbing
perusahaan untuk hasil mereka dengan cepat sebagai kompleksitas dan kecepatan
rantai pasokan meningkat karena efek persaingan global, fluktuasi harga yang
cepat, bergelombang harga minyak, siklus hidup produk pendek, diperluas
spesialisasi, near-/far- dan off-shoring, dan kelangkaan bakat.
SCM 2,0 memanfaatkan solusi terbukti dirancang untuk secara cepat
memberikan hasil dengan kelincahan untuk segera mengelola perubahan masa depan
untuk terus menerus, nilai fleksibilitas dan kesuksesan. Hal ini disampaikan melalui jaringan
kompetensi yang terdiri dari best-of-breed rantai pasokan domain keahlian untuk
memahami unsur-unsur, baik secara operasional dan organisasi, adalah beberapa
penting yang memberikan hasil serta melalui pemahaman yang mendalam tentang
bagaimana mengelola unsur-unsur untuk mencapai yang diinginkan hasil. Akhirnya, solusi yang disampaikan
dalam berbagai pilihan, seperti tidak sentuh melalui proses bisnis outsourcing,
pertengahan sentuh dikelola melalui layanan dan perangkat lunak sebagai layanan
(SaaS), atau sentuhan tinggi dalam model penyebaran perangkat lunak
tradisional.
2.9 Rantai Suplai Integrasi Proses Bisnis
SCM sukses memerlukan perubahan mulai dari mengatur fungsi individu untuk
mengintegrasikan kegiatan ke dalam proses rantai pasokan kunci. Sebuah contoh skenario: departemen
pembelian tempat perintah sebagai persyaratan menjadi dikenal. Departemen pemasaran, menanggapi
permintaan pelanggan, berkomunikasi dengan beberapa distributor dan pengecer
karena upaya untuk menentukan cara untuk memenuhi permintaan ini. Informasi dibagi antara mitra rantai
suplai hanya dapat sepenuhnya memanfaatkan melalui proses integrasi.
Rantai suplai integrasi proses bisnis melibatkan kerja kolaboratif antara
pembeli dan pemasok, pengembangan produk bersama, sistem-sistem umum dan
informasi bersama. Menurut
Lambert dan Cooper (2000), mengoperasikan rantai pasokan terpadu membutuhkan
arus informasi yang berkesinambungan. Namun,
di banyak perusahaan, manajemen telah mencapai kesimpulan bahwa aliran
mengoptimalkan produk tidak dapat dicapai tanpa menerapkan pendekatan proses
untuk bisnis. Proses rantai pasokan kunci dinyatakan oleh Lambert
(2004) adalah:
§ Layanan
pelanggan manajemen
§ Permintaan
gaya manajemen
§ Manufaktur
manajemen arus
§ Pemasok
manajemen hubungan
§ Pengembangan
produk dan komersialisasi
§ Pengembalian
manajemen
Banyak telah ditulis tentang
manajemen permintaan. Terbaik di
Kelas perusahaan memiliki karakteristik yang serupa, yang meliputi: kolaborasi
a) Internal dan eksternal b) Timbal waktu pengurangan inisiatif c) umpan balik
ketat dari pelanggan dan permintaan pasar d) Pelanggan peramalan tingkat
Orang bisa menyarankan lain proses kunci bisnis pasokan kritis yang
menggabungkan proses ini dinyatakan oleh Lambert seperti:
b.
Pembelian
c.
Pengembangan produk dan komersialisasi
d.
Manufaktur manajemen arus / support
e.
Fisik distribusi
f.
Outsourcing / kemitraan
g.
Pengukuran kinerja
h.
Pergudangan manajemen
Pajak
manajemen rantai pasokan yang efisien
3.0 Pajak Supply Chain Management Efisien
adalah sebuah model bisnis yang
mempertimbangkan efek Pajak dalam
desain dan pelaksanaan manajemen rantai pasokan. Sebagai konsekuensi dari Globalisasi , bisnis
yang merupakan lintas-bangsa harus membayar tarif pajak yang berbeda di
berbagai negara. Karena
perbedaan, pemain global memiliki kesempatan untuk menghitung dan
mengoptimalkan rantai pasokan berdasarkan efisiensi pajak secara legal. Hal ini digunakan sebagai metode untuk
mendapatkan keuntungan lebih bagi perusahaan yang memiliki rantai pasokan
global.
3.1 Pasokan keberlanjutan rantai
Pasokan keberlanjutan rantai adalah masalah bisnis yang
mempengaruhi supply chain organisasi atau jaringan logistik dan sering dihitung
dengan perbandingan dengan peringkat sech. Peringkat sech didefinisikan
sebagai sosial, jejak kaki etika, budaya dan kesehatan.Konsumen
telah menjadi lebih sadar akan dampak lingkungan dari pembelian mereka dan
peringkat sech perusahaan dan, bersama denganorganisasi non-pemerintah (LSM), yang menetapkan agenda untuk transisi ke makanan organik-tumbuh, anti-sweatshop kode buruh dan produksi lokal barang yang mendukung bisnis independen dan
kecil. Karena sering rantai
pasokan account selama lebih dari 75% organisasi karbon jejak banyak perusahaan
yang mengeksplorasi bagaimana mereka dapat mengurangi ini dan dengan demikian
meningkatkan rating sech mereka.
Sebagai contoh, pada bulan Juli 2009, berbasis di AS Wal-Mart perusahaan mengumumkan niatnya untuk menciptakan global keberlanjutanindeks yang akan menilai
produk sesuai dengan dampak lingkungan dan sosial dibuat saat produk tersebut
diproduksi dan didistribusikan.Indeks Peringkat keberlanjutan ini dimaksudkan
untuk menciptakan lingkungan akuntabilitas dalam supply chain Wal-Mart, dan
memberikan motivasi dan infrastruktur untuk perusahaan lain industri ritel untuk melakukan hal yang sama.
Baru-baru
ini, AS Dodd-Frank Wall
Street Reformasi dan Perlindungan Konsumen UU ditandatangani menjadi undang-undang
oleh Presiden Obama pada bulan Juli 2010, berisi rantai pasokan penyediaan
keberlanjutan dalam bentuk hukum Konflik Mineral. Hukum ini membutuhkan SEC-diatur
perusahaan untuk melakukan audit pihak ketiga dari rantai perusahaan pemasok,
menentukan apakah timah apapun, tantalum, tungsten atau emas (bersama-sama
disebut sebagai mineral konflik ) terbuat dari bijih ditambang up /
bersumber dari Republik Demokratik Kongo (DRC), dan membuat laporan (tersedia
untuk masyarakat umum dan SEC) merinci pasokan upaya rantai due diligence yang
dilakukan dan hasil audit. Tentu saja, rantai pemasok / vendor untuk
perusahaan-perusahaan pelaporan akan diharapkan untuk memberikan informasi
pendukung yang sesuai.
3.2 Komponen pengelolaan SCM
Komponen SCM adalah elemen ketiga dari kerangka sirkulasi empat persegi. Tingkat integrasi dan manajemen proses
bisnis link adalah fungsi dari jumlah dan tingkat, mulai dari rendah ke tinggi,
komponen ditambahkan ke link (Ellram dan Cooper, 1990; Houlihan,
1985).Akibatnya, menambahkan komponen manajemen yang lebih atau meningkatkan
tingkat masing-masing komponen dapat meningkatkan tingkat integrasi dari link
proses bisnis. Literatur tentang
bisnis rekayasa ulang proses, pembeli-pemasok
hubungan, dan SCM menunjukkan komponen berbagai
kemungkinan yang harus mendapat perhatian manajerial ketika mengelola hubungan
suplai. Lambert dan Cooper (2000)
mengidentifikasi komponen-komponen berikut:
§ Perencanaan
dan pengendalian
§ Pekerjaan
struktur
§ Struktur
organisasi
§ Produk
aliran fasilitas struktur
§ Arus
informasi fasilitas struktur
§ Manajemen
metode
§ Power dan
struktur kepemimpinan
§ Risiko dan
imbalan struktur
§ Budaya dan
sikap
Namun,
pemeriksaan yang lebih seksama terhadap literatur yang ada menyebabkan pemahaman yang lebih
komprehensif tentang apa yang seharusnya menjadi komponen kunci penting suplai
rantai, "cabang" dari proses supply chain bisnis sebelumnya
diidentifikasi, yaitu, apa hubungan komponen mungkin memiliki yang terkait
dengan pemasok dan pelanggan. Bowersox
dan Closs menyatakan bahwa penekanan pada kerjasama merupakan sinergi menuju
tingkat tertinggi pencapaian bersama (Bowersox dan Closs, 1996). Seorang peserta tingkat dasar saluran
adalah bisnis yang bersedia untuk berpartisipasi dalam kepemilikan persediaan
tanggung jawab atau bertanggung aspek lain dari risiko keuangan, sehingga
termasuk komponen tingkat dasar (Bowersox dan Closs, 1996). Seorang peserta tingkat menengah
(khusus) adalah bisnis yang berpartisipasi dalam hubungan saluran dengan
melakukan layanan penting bagi peserta utama, termasuk komponen tingkat
menengah, yang mendukung para peserta utama. Peserta
saluran ketiga tingkat dan komponen yang mendukung peserta tingkat saluran
primer dan merupakan cabang mendasar dari komponen tingkat menengah juga dapat
dimasukkan.
Akibatnya,
Lambert dan kerangka Cooper komponen rantai pasokan tidak mengarah pada
kesimpulan tentang apa saja (khusus) primer atau sekunder tingkat komponen
rantai pasokan (lihat Bowersox dan Closs, 1996, hal. 93). Artinya, apa yang memasok komponen
rantai harus dipandang sebagai primer atau sekunder, bagaimana komponen ini
disusun dalam rangka untuk memiliki struktur rantai pasokan yang lebih
komprehensif, dan bagaimana untuk memeriksa rantai pasokan sebagai satu
integratif .
kebijakan berbeda dan hukum yang berbeda. Masalah akibatnya
meliputi:
1. mata uang yang berbeda dan valuasi di berbagai Negara
2. peraturan pajak yang berbeda ( Pajak Efisien Supply Chain Management )
3. perdagangan yang berbeda protocol
4. kurangnya transparansi biaya dan keuntungan.
Penerapan Supply Chain Management (SCM) di CARREFOUR
Disadur
dari SWA:
Muluskan
Distribusi Jutaan Barang
Kamis,
02 April 2009
Oleh
: A. Mohammad B.S.
Guna
memberi jaminan ketersediaan berbagai produk bagi ribuan pelanggannya setiap
hari, serta menciptakan efisiensi bagi dirinya dan para pemasok, Carrefour
membenahi sistem rantai pasokannya. Bagaimana sistem SCM baru ini bekerja?
Seorang
ibu yang sedang berbelanja di sebuah supermarket tampak bersungut-sungut,
karena beberapa produk yang dicari tidak tersedia. “Maaf, Bu, barangnya sedang
kosong. Stoknya habis,” seorang SPG buru-buru menjelaskan.
Barang
tak tersedia memang kerap terjadi di gerai modern. Kalau pun ada, biasanya harga barang
itu melonjak mengikuti tingginya permintaan. Apa penyebabnya? Salah satunya
karena rantai pasokan (supply chain) ada yang terganggu. Bisa saja, barang yang
dipasok telat dikirim. Atau, bisa jadi pemasok tidak mampu memenuhi service
level yang disepakati dengan peritel. Misalnya, semula disepakati supplier bisa
memasok 100 unit barang ke peritel setiap minggunya, tapi kenyataannya hanya
sanggup memasok 50 unit. “Di Carrefour,
barang tidak ada atau langka sudah tidak pernah terjadi lagi. Sebab, jaminan
pasokannya selalu ada,” kata Irawan D. Kadarman, Direktur Corporate Affairs PT
Carrefour Indonesia, mengklaim.
Menurut
Irawan, sistem rantai pasokan memang memegang peran penting dalam industri
ritel. Terlebih bagi peritel besar sekelas Carrefour, yang memiliki 75 gerai
dengan lokasi tersebar di berbagai tempat (30 gerai Carrefour di bawah PT
Carrefour Indonesia dan 45 gerai Carrefour Express di bawah PT Alfa Retailindo
Tbk.) dan bekerja sama dengan lebih dari 4 ribu pemasok. “Tanpa adanya rantai
pasokan yang efisien, mengelola magnitude sebesar itu, sudah tidak mungkin.
Jadi dengan adanya rantai pasokan yang efisien, maka jaminan pasokan barang
selalu ada dan harga untuk konsumen akan selalu terkelola dengan baik,” Irawan
menerangkan.
Seperti
apa sistem supply chain management (SCM) yang dikembangkan Carrefour? Menurut
Bayu A. Soedjarwo, Manajer Logistik Senior Carrefour, SCM sebenarnya sudah
dikembangkan di perusahaannya sejak lama ketika Carrefour baru memiliki
beberapa gerai. Ketika itu, SCM yang dikembangkan masih sangat sederhana.
Fungsinya hanya untuk membantu proses penerimaan barang di gerai. Selain itu,
fokusnya masih pada barang pangan siap saji. “Kami mulai serius mengembangkan
SCM ini sejak Juli 2007. Kami investasi di bidang teknologi informasi (TI)
untuk mengembangkan model rantai pasokan yang berbeda, sehingga memudahkan
pemasok dan gerai,” tutur Bayu.
Untuk
tujuan itu, dibeli sebuah aplikasi ternama khusus untuk rantai pasokan dan
sekaligus mampu menjalankan warehouse management system, yakni InfoLog. Dengan
InfoLog, semua proses dalam rantai pasokan bisa diintegrasikan. Selain itu,
sistem ini memudahkan kolaborasi Carrefour dengan para pemasok – walaupun
diakui Irawan, belum semua pemasok terintegrasi. “Saat ini fokus kami pada
efisiensi yang bisa diberikan, sehingga bisa dinikmati oleh pelanggan berupa
keberadaan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif,” kata Irawan.
Rantai
pasokan yang dibangun Carrefour ini berdasarkan perhitungan tingkat optimasi
dari pabrik atau pemasok sampai ke rak (shelf) gerai. Hal ini membutuhkan
analisis dari setiap jenis produk dan supply chain pemasok. Metode yang dipakai
Carrefour untuk SCM ini dengan menerapkan proses just-in-time (JIT) di pusat
distribusi (Distribution Center/DC), yang disebut Cross Dock. Tujuannya untuk
mengefisienkan proses sehingga tidak diperlukan adanya stok di pusat
distribusi. Jadi ketika pemasok mengirim barang hari ini ke DC Carrefour di
Pondok Ungu dan Lebak Bulus, maka keesokan harinya barang itu sudah terkirim ke
gerai-gerai. Singkatnya, metode Cross Dock memungkinkan prosesnya lebih
transparan dalam distribusi produk karena tidak ada produk yang terdegradasi (tertinggal)
di gudang. “Pada dasarnya fungsi DC kan untuk meredistribusi produk, bukan
untuk menyimpan produk. Jadi melalui Cross Dock kami mengembalikan DC ini ke
fungsi sebenarnya,” Bayu
menjelaskan. “Kami yang pertama kali menerapkan JIT di
pusat distribusi,” Irawan mengklaim.
Keunikan cara tersebut – dibanding bila pemasok
mengirimkan langsung – bahwa produk-produk tadi sudah dikonsolidasi ketika
dikirim ke gerai. Misalnya, bila biasanya sebuah gerai menerima 30 truk yang
berbeda, kini cukup menerima 5 truk saja. Pasalnya, para pemasok bisa
mengirimkan ke DC Carrefour. Selanjutnya, barang dari berbagai pemasok itu akan
dipilah-pilah sesuai dengan permintaan gerai. Sebagai contoh, kini sebuah truk
yang datang ke gerai Carrefour Ratu Plaza, hanya perlu membawa produk-produk
yang dibutuhkan khusus oleh gerai itu.
Irawan juga menjelaskan, rantai pasokan yang dikembangkan
Carrefour ini bukan hanya berdasarkan proses pergerakan fisik produk, melainkan
memperhatikan pula aliran informasi. Selain itu juga mempertimbangkan
penyederhanaan dokumentasi untuk penagihan dari pemasok dan pembayaran oleh
Carrefour. Maklum, keberhasilan rantai pasokan di peritel sangat ditentukan
oleh aliran informasi dari gerai sampai ke pemasok, dan sebaliknya, disertai
sinkronisasi data kedua pihak. “Carrefour membangun rantai pasokan dengan
mengandalkan dukungan pemasok terhadap efisiensi yang diciptakan dalam rantai
pasokan ini,” ujarnya memberi alasan.
Dijelaskan Bayu, untuk kebutuhan dalam proses aliran
order, pihaknya mengembangkan Central Order Pool (COP), di mana proses
pengorderan dilakukan secara otomatis dan terpusat berdasarkan posisi stok di
gerai dan parameter-parameter lain. Untuk
melakukan pemesanan barang dengan seluruh pemasok, Carrefour menggunakan sistem
Electronic Data Interchange (EDI). Jika order sudah diterima, pemasok bisa
menerimanya melalui Web. Ada pula pemasok yang sudah mengintegrasikannya dengan
sistem ERP mereka. Selanjutnya, mereka menyampaikan (submit) order itu ke
pabriknya, lalu barang pun dikirim ke DC Carrefour.
Nah,
mengingat kunci sukses atau tulang punggung proses order tersentralisasi adalah
akurasi data stok di gerai dan pusat distribusi Carrefour, pihak Carrefour
menerapkan proses cycle count (alias penghitungan stok menggunakan sampling
setiap hari). Dengan begitu, akurasi data di pusat distribusi diklaim hampir
selalu 100%, walaupun mengelola puluhan ribu jenis produk.
Menurut
Frederic Fontaine, Penasihat Teknis Rantai Pasokan Carrefour, rantai pasokan
yang tersentralisasi itu memberi beberapa keuntungan, baik bagi Carrefour
maupun pemasok. Bagi Carrefour, keuntungan utamanya perbaikan ketersediaan
produk di gerai. Menurutnya, hal itu sebenarnya juga merupakan keuntungan bagi
pemasok, karena menghilangkan lost of sales yang diakibatkan produk tidak
tersedia. Keuntungan lain bagi pemasok adalah proses yang lebih sederhana,
karena hanya memproses satu order. Pemasok juga hanya perlu mengirim produk ke
satu titik, sehingga lebih menghemat biaya dibanding mengirim produk ke seluruh
gerai. Pemasok pun akan merasakan penghematan biaya pengiriman, ketersediaan
produk yang lebih terjamin, dan terjaganya kinerja pemasok di Carrefour dalam
hal service level.
Toh,
diakui Fontaine, tingkat partisipasi mereka untuk bergabung dengan sistem DC
masih kurang. Padahal, service level para pemasok itu masih di bawah ekspektasi
Carrefour. Saat ini, rata-rata pemasok yang mengantar langsung ke gerai
Carrefour memiliki service level 50%. Misalnya, kalau pihak Carrefour memesan
100 unit, mereka hanya mampu memasok 50 unit. Sementara pemasok yang sudah
menggunakan jasa logistik, service level-nya sudah 70%-75%. Pihak Carrefour
sendiri memberi toleransi untuk service level ini minimum 85%. “Keberadaan DC
ini untuk membantu mereka. Dengan begitu, mereka hanya fokus untuk memproduksi
barang. Karenanya, kami mengajak pemasok untuk bergabung ke pusat distribusi
kami,” Fontaine mengimbau.
Fontaine
menyebutkan, orientasi Carrefour ke depan bukan pada pengembangan sistem TI.
Pasalnya, sistem TI yang ada diklaim sudah bisa memenuhi kebutuhan. Sasaran
utamanya sekarang meningkatkan para pemasok yang masih memiliki service level
rendah. Alasannya, kondisi itu menyebabkan lost of sales, baik bagi pemasok
maupun Carrefour sendiri. “Target kami meningkatkan service level sehingga bisa
mengirim barang secara on time, dan tahu demand kami,” ucap Fontaine.
Salah
satu pemasok yang sudah memanfaatkan sistem rantai pasokan yang dikembangkan
Carrefour adalah CV Mulyatama – pemasok private label untuk tempat CD, tempat
tisu di mobil, dan sebagainya. Menurut Syritama Anas, pemilik Mulyatama,
pihaknya bergabung menjadi pemasok Carrefour sejak Februari 2008. “Rantai
pasokan baru yang dijalankan Carrefour sangat bagus. Keunggulannya, sistem ini
sangat efisien dari segi waktu dan tenaga kerja,” katanya mengakui.
Menurut
Syritama, dibanding sistem terdahulu, pada sistem SCM sekarang ini penggunaan
tenaga kerja lebih efisien. Dulu, pengiriman dilakukan langsung ke gerai
sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Dalam satu hari satu mobil
maksimum hanya bisa menuju tiga gerai. Sekarang pengiriman cukup dilakukan satu
kali dan sudah mencakup seluruh gerai Carrefour.
Unilever
Indonesia, salah satu supplier besar yang menjadi pemasok Carrefour sejak 1998
(ketika peritel asal Prancis ini baru membuka gerainya di Cempaka Putih), juga
merupakan pemasok pertama yang ikut serta dalam pengiriman terpusat
(centralized delivery) Carrefour sejak pertama kali Carrefour menerapkan sistem
rantai pasokan baru.
Menurut
Manghirim T. Tobing, Manajer Customer Service Perdagangan Modern PT Unilever
Indonesia Tbk., dengan sistem pengiriman terpusat ini, Unilever sebagai pemasok
tidak perlu lagi mengirim barang langsung ke gerai-gerai Carrefour, tapi cukup
ke gudang Carrefour. Carrefour kemudian akan mengirim barang Unilever ke gerai
bersama-sama dengan barang dari pemasok lain.
Sistem
pengiriman terpusat ini, lanjut Manghirim, merupakan kolaborasi yang baik
antara Unilever dengan Carrefour. “Apabila dilihat dari rantai pasokan secara
keseluruhan, kolaborasi ini menghasilkan efisiensi yang bisa dinikmati bersama
oleh Unilever dan Carrefour,” ujar Manghirim. “Dengan kapabilitas yang dimiliki
Carrefour, sistem rantai pasokan yang baru ini bisa dikembangkan untuk
menjangkau daerah yang lebih luas seperti Jawa Barat,” ia menambahkan.
Selain para pemasok, keunggulan sistem rantai pasokan
Carrefour juga diakui konsultan TI Hadi Barko. Menurutnya,
seluruh gerai Carrefour sudah tersambung ke DC Pondok Ungu dan menggunakan satu
sistem ERP (single platform). Menurut Hadi, kalau software-nya berbeda-beda,
akan butuh waktu untuk transfer dan kolaborasi datanya tidak real time.
Mekanisme kerjanya, sistem ERP yang digunakan Carrefour akan memicu ke pemasok
melalui fasilitas e-business ataupun e-mail. “Sebaiknya top ten suppliers atau
para pemasok yang mewakili 80% nilai transaksi, memiliki koneksi langsung ke
Carrefour,” kata Hadi menyarankan.
Pakar
supply management yang sekarang bermukim di Singapura ini menyarankan,
penerapan SCM ini bisa lebih dioptimalkan. Syaratnya, pihak Carrefour harus
mengintegrasikan sistem SCM-nya itu lewat jaringan komunikasi online dengan
gerai-gerai yang mempunyai nilai 80% dari seluruh nilai transaksi Carrefour.
Selain itu, ia juga mengingatkan perlunya diperhatikan performance management
tool di masing-masing gerai – yang bisa dianalisis oleh manajer gerai untuk
kepentingan forecast atau estimasi. “Tim SCM dan manajer gerai harus bisa
membaca dan menginterpretasi hasil performance management tool untuk keputusan
berikutnya,” katanya.
Lalu,
sistem penerimaan barang (goods receipt) di gudang masing-masing gerai
disarankan bisa menggunakan sistem barcoding – untuk Top 20 gerai sebaiknya
malah dengan teknologi radio frequency identification (RFID) – sehingga
pergerakan barang/stok langsung termonitor (terdeteksi) . “Tingkat akurasi di
masing-masing gerai minimum juga harus 95%,” ujarnya menganjurkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar