Bulan ini makin
santer berita mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM, sejak lama
berita mengenai kenaikan harga BBM berhembus hingga membuat masyarakat resah
dengan kenaikan harga BBM tersebut hingga sedikit banyaknya mempengaruhi sector
ekonomi yaitu dengan mulai merangkaknya harga-harga sembako dipasaran. Hal ini
pun menimbulkan keresahan bagi para pedagang maupun konsumen yang mengeluh
mangenai isu kenaikan harga BBM yang mau tidak mau berimbas pada naiknya harga
barang.
Dan sekarang ini
pemerintah sedang serius untuk menaikan harga BBM jenis Premium dan Solar
dengan kenaikan yang variatif. Dan untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM
tersebut pemerintah akan memberikan bantuan kepada rakyat yang kurang mampu
dengan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat atau disingkat BLSM.
Pemerintah
mengganti istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM), menyusul akan segera dinaikkanya harga bahan bakar minyak
(BBM). Baik BLT maupun BLSM substansinya sama. Memberi bantuan uang tunai
kepada masyarakat yang terdampak kenaikan harga BBM. Yang berubah hanya namanya
saja.
Bantuan ini memang populis dan menyenangkan rakyat. Di tengah himpitan ekonomi yang mencekik, uang Rp 150.000 terasa sangat membantu. Tetapi tanpa disadari, bantuan ini tidak bisa menentramkan rakyat secara permanen. Begitu dana BLT atau BLSM itu habis, penyakit miskin rakyat kambuh kembali. Sebab dengan tingkat kebutuhan yang tinggi, uang sebesar itu akan habis hanya dalam hitungan jam atau paling lama sehari. Beli beras, beli ikan, beli pulsa, dan kebutuhan lainnya. Besoknya, rakyat kembali hidup dengan mata nanar kembali.
Bantuan ini memang populis dan menyenangkan rakyat. Di tengah himpitan ekonomi yang mencekik, uang Rp 150.000 terasa sangat membantu. Tetapi tanpa disadari, bantuan ini tidak bisa menentramkan rakyat secara permanen. Begitu dana BLT atau BLSM itu habis, penyakit miskin rakyat kambuh kembali. Sebab dengan tingkat kebutuhan yang tinggi, uang sebesar itu akan habis hanya dalam hitungan jam atau paling lama sehari. Beli beras, beli ikan, beli pulsa, dan kebutuhan lainnya. Besoknya, rakyat kembali hidup dengan mata nanar kembali.
Karena itu,
kebijakan BLSM sama sekali tidak mendidik rakyat. Program ini tidak mengangkat
rakyat dari jurang kemiskinan. Sebaliknya, membiarkan rakyat terninabobo dalam
kemiskinan. Rakyat miskin malah dilecehkan karena seolah-olah pemerintah
meminta rakyat untuk tidak takut hidup miskin karena pemerintah akan memberi
dana penghibur seperti ini. Dalam arti itu, paket BLSM ini adalah pelecehan
yang luar biasa terhadap rakyat miskin.
Padahal tugas
Utama pemerintah adalah bagaimana mengangkat rakyat keluar dari kemiskinan
secara permanen. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan lapangan
pekerjaan baru sampai di tingkat desa. Bukan hanya di kota-kota besar. Ini jauh
lebih bermartabat dan lebih berjangka panjang dibandingkan hanya memberi dana
cash. Caranya, dengan membangun infrastruktur jalan, jembatan, irigasi dan
lain-lain agar roda perekonomian rakyat di kampung-kapung berjalan.
Tetapi repotnya,
hitungan logis seperti ini selalu tidak sejalan dengan hitungan politis
pemerintah dan DPR. Mereka berhitung, bagaimana mereka dipilih kembali pada
pemilu mendatang. Maka suara rakyat dibeli sejak dini dengan paket BLSM.
Apalagi program seperti ini sudah ampuh mengeruk suara rakyat seperti pada
pemilu-pemilu sebelumnya. Karena itu para pengambil kebijakan baik pemerintah
maupun di DPR mengambil jalan pintas seperti ini, sambil mencari cela bagaimana
dana BLSM itu dicuri untuk kepentingan kampanye nanti. Padahal, bila rakyat
cerdas, partai pemerintah dan partai-partai politik yang mendukung program ini
tidak layak dipilih pada pemilu mendatang. Sebab mereka telah melecehkan dan
mengolok-olok rakyat miskin. Repotnya, pendidikan politik rakyat agar mereka
cerdas tidak berjalan. Partai politik berkepentingan agar rakyat tetap bodoh.
Sehingga, program bodoh seperti ini pun tetap dinilai baik oleh rakyat pemilih
yang mayoritas miskin. Ketika peran pendidikan rakyat partai politik tidak
berjalan, seharusnya tugas media massa untuk mencerdaskan rakyat. Sayangnya,
belum apa-apa, media massa sudah dikooptasi. Para pemimpin media diundang
bertemu secara khusus oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa untuk
mensosialisasikan kebijakan kenaikan harga BBM dengan kebijakan ikutannya
seperti BLSM tadi.