Laman

Kamis, 13 Juni 2013

BLSM Pada Segi Ekonomi

Bulan ini makin santer berita mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM, sejak lama berita mengenai kenaikan harga BBM berhembus hingga membuat masyarakat resah dengan kenaikan harga BBM tersebut hingga sedikit banyaknya mempengaruhi sector ekonomi yaitu dengan mulai merangkaknya harga-harga sembako dipasaran. Hal ini pun menimbulkan keresahan bagi para pedagang maupun konsumen yang mengeluh mangenai isu kenaikan harga BBM yang mau tidak mau berimbas pada naiknya harga barang.
Dan sekarang ini pemerintah sedang serius untuk menaikan harga BBM jenis Premium dan Solar dengan kenaikan yang variatif. Dan untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM tersebut pemerintah akan memberikan bantuan kepada rakyat yang kurang mampu dengan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat atau disingkat BLSM.
Pemerintah mengganti istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), menyusul akan segera dinaikkanya harga bahan bakar minyak (BBM). Baik BLT maupun BLSM substansinya sama. Memberi bantuan uang tunai kepada masyarakat yang terdampak kenaikan harga BBM. Yang berubah hanya namanya saja.
Bantuan ini memang populis dan menyenangkan rakyat. Di tengah himpitan ekonomi yang mencekik, uang Rp 150.000 terasa sangat membantu. Tetapi tanpa disadari, bantuan ini tidak bisa menentramkan rakyat secara permanen. Begitu dana BLT atau BLSM itu habis, penyakit miskin rakyat kambuh kembali. Sebab dengan tingkat kebutuhan yang tinggi, uang sebesar itu akan habis hanya dalam hitungan jam atau paling lama sehari. Beli beras, beli ikan, beli pulsa, dan kebutuhan lainnya. Besoknya, rakyat kembali hidup dengan mata nanar kembali.
Karena itu, kebijakan BLSM sama sekali tidak mendidik rakyat. Program ini tidak mengangkat rakyat dari jurang kemiskinan. Sebaliknya, membiarkan rakyat terninabobo dalam kemiskinan. Rakyat miskin malah dilecehkan karena seolah-olah pemerintah meminta rakyat untuk tidak takut hidup miskin karena pemerintah akan memberi dana penghibur seperti ini. Dalam arti itu, paket BLSM ini adalah pelecehan yang luar biasa terhadap rakyat miskin.
Padahal tugas Utama pemerintah adalah bagaimana mengangkat rakyat keluar dari kemiskinan secara permanen. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru sampai di tingkat desa. Bukan hanya di kota-kota besar. Ini jauh lebih bermartabat dan lebih berjangka panjang dibandingkan hanya memberi dana cash. Caranya, dengan membangun infrastruktur jalan, jembatan, irigasi dan lain-lain agar roda perekonomian rakyat di kampung-kapung berjalan.
Tetapi repotnya, hitungan logis seperti ini selalu tidak sejalan dengan hitungan politis pemerintah dan DPR. Mereka berhitung, bagaimana mereka dipilih kembali pada pemilu mendatang. Maka suara rakyat dibeli sejak dini dengan paket BLSM. Apalagi program seperti ini sudah ampuh mengeruk suara rakyat seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya. Karena itu para pengambil kebijakan baik pemerintah maupun di DPR mengambil jalan pintas seperti ini, sambil mencari cela bagaimana dana BLSM itu dicuri untuk kepentingan kampanye nanti. Padahal, bila rakyat cerdas, partai pemerintah dan partai-partai politik yang mendukung program ini tidak layak dipilih pada pemilu mendatang. Sebab mereka telah melecehkan dan mengolok-olok rakyat miskin. Repotnya, pendidikan politik rakyat agar mereka cerdas tidak berjalan. Partai politik berkepentingan agar rakyat tetap bodoh. Sehingga, program bodoh seperti ini pun tetap dinilai baik oleh rakyat pemilih yang mayoritas miskin. Ketika peran pendidikan rakyat partai politik tidak berjalan, seharusnya tugas media massa untuk mencerdaskan rakyat. Sayangnya, belum apa-apa, media massa sudah dikooptasi. Para pemimpin media diundang bertemu secara khusus oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa untuk mensosialisasikan kebijakan kenaikan harga BBM dengan kebijakan ikutannya seperti BLSM tadi.